Tulisan ini adalah lanjutan dari
artikel Amerika Serikat, Iran, dan Intervensi. Di artikel ini,
penulis hendak mengelaborasi komentar penulis thd campur tangan
Amerika Serikat thd urusan negara lain. Mari kita mulai.
"Campur tangan" atau "Tidak
campur tangan" itu pertanyaan yg salah. "Tidak campur
tangan" artinya menolerir pihak yg kuat, mengijinkan mereka
mendapatkan apa yg mereka mau. Artinya, negara manapun punya "campur
tangan" di negara lain. Jadi pertanyaan yg betul adalah
"Bagaimana cara merancang campur tangan yg terbaik?"
Banyak yang menyatakan bahwa campur tangan terbaik adalah melalui organisasi supra-nasional seperti PBB. Maaf yah, para tiran kriminal yang membantai rakyat mereka sendiri itu juga adalah anggota PBB. Ini sama saja dg hendak menciptakan kepolisian yang beranggotakan gangster, perampok, pembunuh berantai, dan kriminal lain. Tanpa para kriminal itupun, mencapai konsensus di antara 100+ anggota PBB itu sangat sulit. Bahkan ketika konsensus tercapai di antara sebagian besar anggota PBB tsb, masih ada 5 negara yang memiliki hak veto yang bisa membatalkan konsensus tsb. Salah 1 negara pemilik hak veto hampir selalu membela si kriminal. Menunggu konsensus di antara 5 negara pemegang hak veto itu seperti mengharapkan menang lotere. Namun, polisi dunia tetap dibutuhkan. Di artikel sebelumnya, penulis sudah menunjuk, absennya polisi dunia saat itu membuat Hitler, Mussolini, dan Tojo memiliki kesempatan untuk melakukan kekejian² tak terperi di dunia.
Jadi, tak ada pilihan lain. Salah satu negara harus menjadi semacam “polisi dunia.“ Tidak semua negara bisa menjadi polisi dunia. Sebuah negara harus “mampu“ dan “mau“ menjadi polisi dunia untuk “bisa“ menjadi polisi dunia. Kebanyakan negara tidak punya uang atau sumber daya manusia atau tehnologi untuk melakukannya. Dari sekian banyak negara di dunia, cuma Amerika Serikat, Russia, China, dan Uni Eropa yang memiliki kemampuan menjadi polisi dunia. India, dan Brazil mungkin bisa kita anggap hampir memiliki kemampuan ini. Namun itu baru bicara soal kemampuan bagaimana dengan “kemauan“?
Saat ini, Amerika Serikat menjadi
polisi dunia de facto, jadi (rakyat & pemerintah) Amerika Serikat mau
menjadi polisi dunia. Bagaimana dengan kekuatan lain? Di mulut,
mereka bicara soal perlunya multilateralisme, soal amerika tidak
berhak menjadi polisi dunia, soal mereka tak suka dengan
unilateralisme Amerika Serikat dst. Namun “Action speaks louder
than words.“ Di mulut mereka mengritik Amerika Serikat, tapi mereka susahnya luar biasa diajak melakukan operasi militer di
negeri lain dan/atau
menolak memberlakukan wajib militer dan/atau menolak menaikkan anggaran
militer, dst.
Artinya, negara² lain (Termasuk Rusia,
Cina, dll) sebetulnya masih puas dengan “polisi dunia“ saat ini.
Semua negara non-Amerika Serikat yang sebenarnya memiliki kemampuan,
tapi tak mau jadi polisi dunia cuma "freeloader," hanya mau
gratisan aja, menikmati existensi polisi dunia dengan gratis. Mereka
ini cuma seperti hippies: "Memaki polisi sbg babi, tapi begitu ada maling masuk rumah sih telpon polisi juga." Kalau memang tak puas dg polisinya,
silahkan reformasi kepolisiannya, daftar juga jadi polisi, jangan
cuma maki² polisi yang sekarang.
UPDATE:
Artikel ini dilanjutkan oleh artikel berbahasa Inggris: Aircraft Carrier in Modern Warfare
UPDATE:
Artikel ini dilanjutkan oleh artikel berbahasa Inggris: Aircraft Carrier in Modern Warfare
No comments:
Post a Comment