Showing posts with label Kultur. Show all posts
Showing posts with label Kultur. Show all posts

Thursday, March 21, 2013

Pelajaran Sejarah

Apa pelajaran favoritmu di sekolah? 

Saya belum pernah menemukan survey resmi yang menanyai semua siswa di sekolah Indonesia tapi tebakan saya:

1) Olahraga (Rasanya sekitar 70 - 80 % siswa akan menjawab ini.)
2) Sains (Fisika, Kimia, Biologi) (Sekitar 10 -20%. Biasanya para kutubuku yang menjawab begini.)
3) Matematika (Sekitar 5 - 15 %. Sama dengan sains, biasanya para kutubuku juga yang memilih jawaban ini.)

Kalau ditanya "Bagaimana dengan sejarah?" ... rasanya sebagian besar akan menjawab "BOSAAAAN!" atau "Capek ah menghafal tanggal!" atau "GAK PENTING AH!"

Saya bisa mengeri 2 alasan pertama. Pelajaran sejarah di Indonesia intinya CUMA menghafal serentetan data, terutama tanggal. Tidak mengasyikkan sama sekali. Apalagi pelajaran tsb DIULANG di SD-SMP-SMA. Ini bukan kesalahan pelajaran sejarahnya sendiri, tapi kesalahan kurikulum, kesalahan cara penyampaiannya. Kita bisa mengakhiri masalah ini dengan mengoreksi metode pengajaran sejarah.  

Namun saya tak habis pikir tentang alasan yang terakhir. Buat saya, sejarah itu teramat sangat penting.


Pentingnya sejarah
Mari kita mulai dari kata² George Santayana:

"Dia yang tak belajar sejarah akan mengulanginya."

Saya harus menambahkan: "Sayangnya yang diulangi itu bagian mengerikannya, bukan bagian keemasannya."

Karena Amerika Serikat tak belajar sejarah militer Asia Pasifik, armada mereka berhasil dibokong oleh AL Jepang di tahun 1941, sama seperti AL Jepang membokong armada Rusia di Port Arthur 35 tahun sebelumnya.
Karena tak belajar sejarah Napoleon, Hitler memutuskan menyerang Uni Soviet secara langsung, dan akhirnya dia terkubur oleh serangan balik Uni Soviet.
Karena tak belajar sejarah ekonomi, banyak orang terburu nafsu menanamkan uangnya dalam "bubble assets" dan kehilangan segalanya cuma beberapa tahun atau bulan kemudian.
Karena tak belajar sejarah bisnis, banyak orang terburu nafsu ikut skema ponzi, MLM, dll.
Dst.  

Kenapa demikian? Bukankah sejarah sendiri dipenuhi oleh contoh² sukses dan zaman keemasan? Kenapa yang terulang adalah kisah² tragisnya?

Setelah saya pikir², saya teringat kutipan dari novel "Anna Karenina" yang ditulis Tolstoy:

"Keluarga bahagia itu semuanya mirip; keluarga sengsara itu sengsara secara beraneka ragam."

Sukses atau bahagia itu susah. Kita harus memenuhi BANYAK hal untuk bisa sukses. Salah sedikit saja, semua jadi berantakan.

Kembali ke pelajaran sejarah dan kehidupan kita. Kehidupan ini masalah pilihan. Untuk mencapai "zaman keemasan" kita harus membuat SERENTETAN pilihan yang benar. Anggap di setiap pilihan kita harus memilih 10 opsi, rasanya cuma 2-3 opsi saja yang benar. Ketika kita belajar sejarah, minimal kita tahu "Opsi A itu akan menghancurkan kita, opsi B kelihatannya bagus tapi dalam 2-3 tahun akan jadi masalah besar, dst." Ketika kita memilih dengan buta, dengan tidak mengetahui sejarah, kemungkinan kita memilih opsi yang salah JAUH LEBIH BESAR. 


Perbaikan
Tapi mungkin saya terlalu berlebihan menganalisa pentingnya sejarah. MUNGKIN para siswa sebenarnya sadar betul pentingnya pelajaran ini. Mereka cuma bilang "Sejarah itu tak penting" sebagai alasan untuk TIDAK memplajarinya karena mereka bosan, karena mereka malas menghapal tanggal.

Kalau itu kenyataannya, berarti perbaikan kurikulum sejarah itu jauh lebih penting dari dugaan saya. Apa saja yang bisa dilakukan untuk membuat pelajaran sejarah menjadi "menarik" dan "mendidik"?

Pertama kita bisa mulai dengan mengurangi penekanan pada penghafalan. Tanggal dalam sejarah itu penting sebab tanggal memungkinkan kita membuat INDEX KRONOLOGIS kejadian di masa lalu. Namun masak kita lupa, di zaman modern ini, siswa yang memiliki BlackBerry bisa membuka wikipedia dan google dimanapun, tidak perlu lagi menghapalkan data² detil yang bisa kapan saja kita periksa di smartphone kita bukan?

Kedua, tekankan betapa menariknya kisah nyata. Jujur saja, saya tak banyak membaca novel sebab buat apa membaca novel kalau kisah nyata, yang benar² terjadi, sedemikian serunya? "Game of Thrones" memang seru dan menarik, tapinya cerita itu terilhami oleh "War of the Roses," perang saudara di Inggris, yang dipenuhi intrik, tipu muslihat, dan tentu saja pertempuran berdarah. Intrik² yang serupa dengan "War of the Roses" ini bisa kita temukan di banyak peristiwa sejarah lainnya. Misalnya, persatuan Jepang setelah era Sengoku, bersatunya Russia setelah era "Times of Troubles", perang² saudara di Cina daratan, perang 30 tahun di Jerman, dll. 

Apa lagi yang menarik dalam novel modern yah ... ah, perjuangan Harry Potter mengalahkan Voldemort! Perjuangan seorang underdog melawan kekuatan besar yg mendominasi dunia! Wah ini sih banyak sekali di dalam sejarah. Baca saja sejarah Chu Goan Chiang mengalahkan dominasi Mongol di Cina dan mendirikan dinasti Ming. Ada lagi cerita sejarah kerajaan Myanmar berhasil mengalahkan invasi besar dari Cina 6 kali! Baca juga sejarah perjuangan Belanda untuk merdeka dari dominasi Hapsburg! Bandingkan perjuangan tsb dengan perjuangan Indonesia sendiri! Oh iya, ternyata Ki Hajar Dewantara sudah melakukannya dan menulis artikel "Als ik Neederlander was ..." mengritik kemunafikan orang² Belanda yang menolak memerdekakan Indonesia ketika mereka merayakan kemerdekaan mereka sendiri.

Intinya: Fokus pada BAGAIMANA sejarah terjadi, pada prosesnya secara keseluruhan! BUKAN apa yang terjadi, bukan pada potongan-potongannya! Apalagi pada tanggal berapa hal itu terjadi!

Ketiga, selain "bagaimana" pertanyaan penting lainnya adalah "KENAPA." Apa saja faktor penyebab sebuah peristiwa bersejarah? Apa hukum atau logika atau hubungannya antara faktor² dan pelaku² sejarah itu? Apa mekanisme pembuat sejarah ini? Apa mekanisme ini masih ada di masa kini? Kalau sudah tak ada, kenapa bisa tak ada lagi? Apa artinya?

Keempat, selain "bagaimana" dan "kenapa" teruskan dengan "apa relevansinya di saat ini"? Misalnya, saat saya membaca sejarah SA dan SS, organisasi tukang pukulnya partai Nazi di Jerman, saya langsung teringat pada perkembangan organisasi radikal di Indonesia. Ketika saya membaca berita Korea Utara berhasil membuat bom atom sementara negara² lain hanya memberi sangsi, saya langsung teringat pada kenyataan pahit bahwa kalau Jerman diserbu di tahun 1934, tidak akan ada holocaust, tidak akan ada dominasi Uni Soviet di Eropa Timur. Artinya, balik ke kata²nya Santayana: JANGAN MAU mengulangi masa lalu yang begitu mengerikannya! 


Tapi, rasanya impian tinggal impian. 

Memberi pelajaran sejarah seperti yang baru saja saya jabarkan SULIT. 
Meneruskan pelajaran sejarah saat ini GAMPANG.

Kenapa gampang? Lah, sang guru sejarah tak perlu susah² memberikan narasi yang menarik ketika mengajar, tinggal membaca buku text di depan kelas. Tak perlu susah² putar otak ketika membuat ulangan, tinggal menghapus tanggal² dari buku text dan meminta para siswa mengisi tanggal² itu. Dan kitapun menciptakan siswa² yang cuma bisa menghapal, bukan menganalisa. Dan kitapun ber-tanya², kenapa bangsa kita miskin terus, kenapa tak maju-maju ...


Tuesday, February 26, 2013

Indonesia Raya & Sekularisme

"Sekuler" itu kata kotor di Indonesia. Tidak ada politikus yang berani menyatakan dirinya sekuler. Saya  pernah menulis betapa ngawurnya hal ini dalam sebuah artikel di majalah Bhinneka hal 7 sampai dengan 9. Setiap negara itu WAJIB menjadi negara sekuler, sebab "tidak sekuler" berarti menggunakan agama dalam konstitusi dan hukumnya, pertanyaannyakan AGAMA MANA? Denominasi mana? Selain itu kita semua tahu, semua politikus itu busuk. Mencampur adukkan agama dengan politik berarti membusukkan agama. Bukannya kesucian agama itu mahapenting?

Setelah itu saya juga sudah pernah menulis, sila pertama Pancasila itu sebetulnya bersifat sekuler. Intinya, "Ketuhanan" tidak sama dengan "Tuhan" dan "Esa" itu bukan "Eka" atau "tunggal" atau "satu."

Namun, "sekuler" itu tetap kata tabu. Banyak orang masih ngotot "sekuler itu berarti anti Tuhan!"

News flash: TUHAN ITU TIDAK DISEBUT DALAM LAGU INDONESIA RAYA! Ini penting sebab kontras dengan 2 negara sekuler: Amerika Serikat dan Rusia. Mari mulai dengan Amerika Serikat.

Asal tahu saja, Amandemen pertama konstitusi Amerika Serikat dengan jelas menyatakan Kongres tidak berhak membuat peraturan mengatur agama atau menghalangi kebebasan beragama. Kalau itu bukan contoh sekularisme, artinya kata sekularisme itu gak ada artinya. Namun ... lagu kebangsaan mereka "The Star Spangled Banner" itu ternyata memiliki baris yang berkata: 

Then conquer we must, when our cause it is just,
And this be our motto: "In God is our trust."

Sama juga dengan Rusia. Mirip dengan Perancis, Vladimir Putin juga melarang jilbab di sekolah, dan menggunakan "sekularisme" sbg dasar hukumnya. Namun, lagu kebangsaan mereka memiliki 2 baris yang berbunyi:

Kau unik, satu²nya di dunia -
Tanah air ini dilindungi Tuhan!

Artinya ... sekularisme itu membenci Tuhan ke tulang sumsum, sampai² di lagu kebangsaan saja nama Tuhan disebut? Yeah ... kelihatannya begitulah kenyataannya. 

Masih menolak sekularisme? Kalau begitu biar saya tebak ... anda masih menonton film menggunakan Betamax, bukannya DVDkan? Soalmya anda ini type orang yang ngotot gak jelas, menolak fakta :)


Thursday, January 31, 2013

Rasisme dan Kritik thd Agama?

Kita semua tahu rasisme itu salah. Ketika kita menyatakan ras yang 1 lebih bodoh atau malas atau lemah atau rakus, kita tampak bukan cuma tak punya hati. Kita juga akan tampak tak punya pengetahuan.

OK, semua sudah setuju soal ini, tapi bagaimana dengan soal agama? Banyak orang menghubungkan "penghinaan" thd suatu agama SAMA dengan rasisme. Hei, rezim Soeharto saja dulu menyamakan 2 hal ini, memasukkannya ke dalam kebijakan yang melarang semua serangan SARA! Tapi itukan di masa lalu, bagaimana dengan masa kini? Gak banyak berubah. Beberapa negara bahkan mendorong PBB untuk meratifikasi kesepakatan untuk "melindungi agama." 

Maaf yah, tapi 2 hal itu tak bisa disamakan.

1) Genetik vs Kultural
Mula², ras itu adalah FAKTA GENETIKA. Kita tak bisa mengubah ras kita, bahkan dengan operasi sekalipun. Sedangkan agama BISA berubah. Semua orang bisa mengganti agamanya. Ajaran agama yang ada juga bisa berubah. Hei, kebanyakan agama dulu MENDUKUNG perbudakan manusia yah!

2) Agama vs Tuhan
Manusia memang tak punya hak mengritik Tuhan, entitas yang didefinisikan sbg mahasempurna. Namun, banyak orang lupa, (atau berlagak lupa?) agama BUKAN Tuhan. Banyak orang mencampuradukkan 2 hal ini. Agama adalah "interpretasi ajaran Tuhan yang dilembagakan." Mengritik agama adalah MENGRITIK MANUSIA, jangan menghina Tuhan dengan menyamakannya dengan pemuka agama yah. Dan ngomong² soal mengritik agama ...

3) Berani dikritik?
Tidak ada yang membuat hukum "dilarang membantah teori relativitas Einstein."
Tidak ada juga yang membuat hukum "semua orang yang menyuarakan ketidak sukaannya akan lukisan Picasso harus dibui. "
Kenapa? Sebab Einstein dan Picasso berani dikritik. Ketika seseorang berusaha membungkam semua orang yang mengritiknya, dia sebetulnya menunjukkan KEPENGECUTANNYA, ketidak mampuannya menanggapi kritik.  Katanya agama situ menawarkan keselamatan, kok takut sih? Mau dianggap pengecut? Mau dianggap gak mampu? 
Salah 1 contoh orang² yang merasa "tersinggung!"
Dari The Sun

4) Saya tersinggung!
Ini dia alasan yang sering dipakai: "perasaan tersinggung dianggap alasan yang cukup untuk membacok orang!" Hei, asal tahu saja yah, KITA SEMUA SERING TERSINGGUNG! Cengeng amat sih, begitu tersinggung langsung NGAMUK, langsung MENGANCAM, bahkan kadang² langsung BAKAR, langsung BACOK! Gak sadar yah tingkah laku macam ini malah "membuktikan" bahwa "fitnah" yang menyinggung perasaan itu benar?


Dengar nih, kita semua ini manusia. Nenek moyang, kakek moyang kita, para nabi kita, para rasul kita, SEMUANYA manusia. Namanya juga manusia, BISA SALAH. Mengancam semua yang menunjuk kesalahan mereka, lalu menyatakan "saya tersinggung" setiap kali dikritik tidak membuat agama anda terlihat "keren" atau "kuat." Malah sebaliknya, dengan semua aksi vandalis macam itu, anda semua cuma mencoreng nama agama anda, mempermalukannya.

Saya akui, banyak kritik thd mereka yang "kampungan" yang cuma asal menghina, tanpa substansi sama sekali. Biarkan mereka mempermalukan diri mereka sendiri, tanggapi mereka dengan cerdas, dengan mengurai semua kesalahan mereka, BUKAN dengan membakar toko di negara anda sendiri. Bukan dengan mencoba MENYAMAKAN kritik thd agama anda itu dengan rasisme. 




Saturday, January 12, 2013

Partai Politik Indonesia

KPU baru saja menetapkan 10 partai politik peserta pemilu 2014. Sayangnya, hal itu membuktikan cuma ada 3 macam parpol di Indonesia. Maaf ... kita TIDAK PUNYA partai politik di Indonesia. Kita cuma punya 3 jenis klub yang pura² jadi partai.

1) Fans Club!
PDI-P gak akan bisa maju kalau tak mengandalkan nama Soekarno. Partai Demokrat malah didirikan di hari yang sama dg ulang tahun Susilo Bambang Yudhoyono. PKB itu modal utamanya adalah popularitas Abdurrahman Wahid. Dan masih banyak lagi. Ideologi mereka (nyaris) irelevan, orang² memilih mereka MURNI karena sebuah figur. Ini jelas BUKAN partai politik. Sebuah partai politik harus bisa membuat program dan ideologi yang unik, yang membedakannya dari partai² lain, dan tidak bergantung pada seorang figur saja. 

2) Klub Arabisasi!
PKS, PPP, dan banyak partai lainnya tampaknya bersemangat sekali mengubah Indonesia menjadi Indonistan! Hei, kita selalu mendengar teriakan TOLAK BUDAYA BARAT, asal tahu saja, Arab itu juga letaknya di Barat yah! Ini bukan partai, sebab budaya Arab TIDAK menyukai pemilu. Ada yang bilang, pemilu di Arab itu prinsipnya "One man, one vote, ONLY ONE TIME!" artinya klub² ini adalah ANTI THESIS demokrasi itu sendiri.

3) Klub Oportunis Tanpa Prinsip!
Pertanyaan: apa sih ideologinya Golkar? Irelevan. Tidak ada yang memilih Golkar karena ideologinya. Siapa sih figur yg memimpin Golkar? Sekarang sih Ical, tapi jangan kaget kalau dia digoyang dan dijatuhkan sebelum Pemilu 2014! Tidak, tidak, lebih mungkin adalah mereka babak belur di pemilu 2014, dan Icalpun ramai² ditendang dari kursi kepemimpinan. Sama seperti Akbar Tanjung, Wiranto, JK, dan banyak pemimpin Golkar sebelumnya. Berapa banyak anggota Golkar yang jadi kutu loncat, pindah² partai? BUANYAK! Tidak terhitung! Intinya, orang² yang mengikuti Golkar cuma karena pragmatisme, bukan karena programnya.


Coba pilih partai² lain yang belum saya sebutkan di atas, SEMUANYA pasti bisa dimasukkan ke salah 1 kategori di atas. Beberapa malah bisa jadi bisa dimasukkan ke 2 kategori sekaligus.

Jadi intinya, partai² politik itu tak punya ideologi, tak punya prinsip, kecuali partai² yang getol mengkampanyekan arabisasi semua aspek kehidupan masyarakat. 

Dari 3 tipe "partai jadi²an" ini, yang mana yang paling layak pilih? Menurut saya sih #3. Oportunisme itu masih lebih positif daripada kultus individu atau Arabisasi. Masalahnya, dalam pemilu 2014 ini, Golkar menjagokan Aburizal Bakrie, dan mati²an mencitrakan dia sbg pemimpin!. Ha! Selamat tinggal, jangan harap saya memilihmu!

Ini adalah sebuah tragedi. Kita membutuhkan partai politik untuk menciptakan sistem pemerintahan yang baik. Kita tak bisa cuma bergantung pada 1-2 figur saja, sebab seorang manusia tak bisa hidup selamanya. Sistem yang paling bisa mengakomodasikan dinamika politik dan kepentingan rakyat adalah partai politik. Semoga saja, pemimpin besar Indonesia di masa depan menyadari ini dan bisa mengoreksi kebobrokan sistemik ini.


Friday, January 11, 2013

Bahasa Rusia: Bagian Sulitnya

Konsonan, Konsonan, Konsonan, dan Konsonan!
Salah 1 bagian tersulit dalam bahasa Rusia adalah, banyak kata² Rusia memiliki konsonan yg berderet. Contoh, salah 1 kata PALING DASAR dalam semua bahasa adalah "halo." Dalam bahasa Rusia, "halo" adalah:
Здравствуйте!
Transliterasinya: Zdravstvuytye! Oh iya, menurut aturan dalam bahasa Rusia, setiap deretan konsonan itu harus dibaca DARI AWAL SAMPAI AKHIR TANPA JEDA!! Jadi, kita membacanya zdra-vstvu-ytye!  

Yay, baru mulai belajar saja lidah sudah dipaksa akrobat!

Oh iya, ada aturan tambahan. Kita wajib membaca konsonan secara terpisah seandainya ada "tanda keras"! 

Misalnya, subyek dalam bahasa Rusia adalah:
субъект
Tanda keras tsb mengindikasikan kata tsb dibaca: sub-yekt. Namun, tanda keras ini SEDIKIT.


Penekanan!
Semua bahasa memiliki penekanan. Beberapa huruf bisa ditekan, misalnya kata "peta", penekanan terjadi di huruf "e" sedangkan "a"nya tidak ditekan.

Di bahasa Rusia penekanan menentukan cara membaca huruf "o", "ы" (dibaca: "e" seperti di "ke") dan "e" (dibaca: ye). Semua huruf "o" yang tidak ditekan dibaca "a" dan semua "ы" dan "e" yang tidak ditekan dibaca "и" (i).


Gender
Di banyak bahasa Eropa, setiap kata benda memiliki gender. Ada yg ada yang cuma punya 2 gender, maskulin dan feminim, seperti Spanyol. Ada yang punya 3 gender, maskulin, feminim, dan neutral, seperti Jerman. Dan aturan menentukan gender tsb sering tak logis sama sekali, arbitrer. 

Itu sebabnya sebelumnya saya bilang masalah artikel adalah masalah yg membuat pusing semua orang yg belajar bahasa Jerman. Setiap kali kita menggunakan kata benda, kita harus tahu gendernya agar kita bisa menentukan artikelnya dengan baik dan benar. 

Di bahasa Rusia, walaupun tak ada artikel, setiap kata bendanya masih memiliki gender. Gender ini  ditentukan oleh huruf terakhirnya. Semua yg berakhiran konsonan adalah maskulin, yang berakhiran -a atau -ya adalah feminim, dan yg berakhiran -o atau -ye adalah netral. Dan tak seperti di bahasa Jerman, yang menyamaratakan semua kota sbg feminim (die Stadt), bahasa Rusia juga menerapkan aturan tsb untuk SETIAP NAMA KOTANYA. Walaupun kota/город (dibaca: gorad) sendiri bergender maskulin, setiap kali kita mebicarakan Jakarta misalnya, otomatis kita menganggap Jakarta sbg seorang wanita, karena "Jakarta" diakhiri huruf -a! Begitu pula negara, sungai, gunung, dll. Intinya: jenis kelamin sebuah benda benar² bergantung dari NAMANYA. Itu sebabnya TIDAK ADA nama pria Rusia yang diakhiri huruf -a atau -ya. Sebaliknya untuk nama wanita Rusia, TIDAK ADA yang memiliki -ov, atau -in sbg huruf terakhirnya.

Gender ini penting sebab gender menentukan KATA GANTI setiap benda. Di bahasa Inggris, karena tak ada gender, semua benda non-manusia kata gantinya adalah it. Pengecualian di bahasa Inggris setahu saya cuma ketika membicarakan kapal. Banyak literatur menggunakan she sbg kata ganti sebuah kapal. 

Oh iya, selain kata ganti, gender ini juga menentukan PERUBAHANNYA. Loh? Kata benda bisa berubah?


Kasus
"Kasus" di sini artinya adalah aturan perubahan/deklinasi kata benda. Banyak bahasa seperti bahasa Indonesia, Cina, dll CUMA memiliki 1 kasus. Contohnya adalah:
"Saya memanggil adik" dengan "Adik memanggil saya."
Perhatikan, fungsi "saya" sbg subyek atau obyek ditentukan oleh POSISINYA. Di bahasa² yang memiliki lebih dari satu "kasus", fungsi kata tsb ditentukan oleh BENTUKNYA.

Bahasa Inggris adalah contoh bahasa yg berdiri di tengah². Secara umum, bahasa Inggris cuma punya 1 kasus, tapi "sisa" kasus masih terlihat di kata gantinya. Misalnya untuk kata ganti orang pertama: I digunakan dalam posisi subyek, me ketika orang pertama tsb adalah obyek, my  dan mine untuk menunjukkan kepemilikan. 

Bahasa Jerman memiliki 4 kasus: Nominatif, untuk subyek; Genitiv, untuk kepemilikan; Akkusativ, untuk obyek langsung;dan Dativ untuk obyek tak langsung. Oh iya, Genitiv di bahasa Jerman juga makin jarang digunakan. Terutama dalam bahasa lisan. Orang Jerman lebih suka menggunakan von + Dativ, bukannya genitiv. Banyak yang merasa kasus Genitiv ini sedang sekarat. Teman Jerman saya bahkan mengeluh "Kenapa sih orang Jerman banyak yang tak tahu kapan dan bagaimana menggunakan genitiv?"

Bahasa Rusia memiliki 6 kasus. Selain 4 kasus-nya bahasa Jerman, Rusia memiliki Präpositiv/Locativ untuk menunjukkan posisi, dan Instrumentativ untuk menunjukkan keterangan alat. Dan tak seperti di bahasa Jerman, Genitiv di Rusia itu bukan cuma hidup, tapi juga masih aktif memanjat tebing, lari marathon, berdansa, bermain catur dll! Hei, di Bahasa Rusia, Genitiv adalah kasus yang diajarkan di awal KELAS PALING DASAR, karena penggunaannya yg sangat intensif. Genitiv bahkan diajarkan SEBELUM Akkusativ!

Oh iya, seperti saya bilang sebelumnya, existensi 6 kasus ini membuat urutan kata² menjadi flexibel. Kata benda pertama TIDAK OTOMATIS berarti subyek. Artinya, setiap kali kita membaca sebuah kalimat, kita benar² WAJIB TAHU kasus setiap kata bendanya untuk bisa mengetahui artinya dengan akurat! Yay!



Monday, January 7, 2013

Bahasa Rusia: Bagian Mudahnya

Banyak yang merasa bahasa Rusia itu sulit. Itu ... relatif. Ada bagian yang sulit, ada bagian yang mudah. Mari kita mulai dengan yang mudah!
From ancientscripts.com

Alfabet Cyrillic!
Biasanya, kata² "Bahasa Rusia itu susah loh" diikuti dengan "mereka memiliki alfabet yang aneh!" Breaking news buat semua orang: alfabet Cyrillic tidak susah sama sekali.  Mirip dg alfabet Latin, alfabet Cyrillic itu intinya 1 huruf 1 bunyi.  Bukannya 1 huruf 1 kata seperti ... ehm ... kanji.  Jumlahnya juga cuma lebih banyak sedikit dari alfabet latin (33 vs 26).  Tidak sebanyak katakana-hiragananya bahasa Jepang atau hangulnya bahasa Korea. Apalagi kanji. Jadi, alfabet Cyrillic itu cuma KELIHATANNYA susah.

Tidak ada Artikel!
Satu hal yg membuat banyak orang Inggris & Jerman kesulitan belajar bahasa Rusia, atau sebaliknya: artikel. Dalam bahasa Inggris & Jerman ada artikel definite (the; der, die, das) dan indefinite (a, an; ein, eine). Bahasa Indonesia, Cina, dan banyak bahasa asia lain TIDAK menggunakan artikel. Begitu pula bahasa Rusia. Kemudahan ini tak terlalu terasa ketika kita membandingkannya dengan bahasa Inggris, tapi dalam pelajaran bahasa Jerman, artikel ini adalah SUMBER SAKIT KEPALA UTAMA! Hei, bahkan orang Jerman sendiri cuma MAXIMUM 98% benar ketika menggunakan artikel mereka. 

Tidak wajib ada verba!
Perhatikan, bahasa Inggris, dan Jerman, dan rasanya kebanyakan bahasa Eropa lain, mewajibkan semua kalimatnya memiliki verba! Bahasa Indonesia tidak memiliki aturan ini. Begitu pula bahasa Rusia.

Contoh, kalimat singkat yang sering kita gunakan: "Siapa itu?"
Dalam bahasa inggris: "who is that?"
Dalam bahasa Jerman: "wer ist das? "
Dalam bahasa Rusia: "Кто это?" (Dibaca: Kto eta?

Contoh lain, ketika kita memperkenalkan diri: "Saya dari Indonesia."
Dalam bahasa Inggris "I come from America."
Dalam bahasa Jerman "Ich komme aus Deutschland."
Dalam bahasa Rusia "Я из России." (Dibaca: Ya is Rassii.)

Kesederhanaan itu didefinisikan sbg ketiadaan hal² yg tak diperlukan. Kalau bisa membuat kalimat tanpa kata kerja, kenapa tidak? 

RRRRRRRRRR!!
Semua orang sudah biasa mengolok-olok orang Jepang dan cina tak bisa menyebut "r." Tebakan saya, "r" saya akan membuat bingung semua orang Jepang dan Cina yg CUMA menguasai bahasa Jepang atau Cina saja. Hey, ketika saya belajar bahasa Inggris & Jerman saja guru² bahasa saya komplain "r" saya terlalu jelas. Sebaliknya, teman Jerman saya yg belajar bahasa Indonesia mengeluh, lidahnya sulit sekali menyebut "r"nya bahasa Indonesia. Karena itulah di hari pertama pelajaran bahasa Rusia, guru saya meminta semua muridnya menyebut "rrrrr." Tidak ada masalah, "r" saya adalah "r" yg diinginkan orang Rusia!

Tidak ada nada/tonal!
Salah 1 fitur bahasa yang menurut saya PALING menyusahkan adalah nada/tonal. Bahasa² Afrika, Thai, Vietnam, dan Mandarin menggunakannya. Lihat saja contoh ini:
mā(媽/妈) "ibu"
má(麻/麻) "tumbuhan mirip ganja"
mǎ(馬/马) "kuda"
mà(罵/骂) "makian"
ma(嗎/吗) (Partikel yang mengindikasikan kalimat tanya)
Apa pula itu? Untung saya tak punya niat menguasai bahasa Cina. Bagaimana dengan bahasa Rusia? YIPPEE!! Sama seperti Inggris, Jerman, dan Indonesia, bahasa Rusia juga tidak menggunakan nada untuk membedakan kata²nya! 


Jadi ... bahasa Rusia itu mudah? Nope, bahasa Rusia itu tetap sulit. Saya di sini baru bicara kemudahan²nya yg rasanya tak disadari oleh banyak orang Indonesia.


Wednesday, January 2, 2013

Bahasa Rusia

Selama beberapa bulan terakhir saya belajar bahasa Rusia.

Ada beberapa kekeliruan umum yang dilakukan oleh banyak orang, yang tak paham bahasa Rusia, ketika membaca kata² Rusia:

1) "Kh" itu ditulis "X" dalam Cyrillic, dan dibaca seperti Akhmad 
Orang indonesia kebanyakan membaca "kh" seperti membaca "k". Nope. Yang benar itu, Sukhoi, Sakhalin, Khabarovsk, dst itu dibaca Su-hoi, Sa-ha-lin, Ha-ba-rovsk, dst. 

2) Kebanyakan Huruf "e" dibaca "ye" BUKAN "e"
Bedanya memang tipis, tapi penting. Sebab huruf latin "e" sendiri ditulis "Э".

3) Beberapa huruf "e" dibaca "yo"
Ini sebetulnya salah percetakan Rusia. Untuk menghemat biaya, mereka TIDAK mencetak huruf "ё" tapinya "e". Mereka mengasumsikan, orang² yg paham bahasa Rusia TAHU mana "e" mana "ё." Contoh yg paling umum adalah transliterasi nama premier Uni Soviet, "Никита Хрущёв" menjadi "Nikita Khruschev", padahal yang benar adalah "Nikita Khruschyov."

4) Huruf "o" yang tidak "ditekan" dibaca "a"
Misalnya, nama "Boris" itu penekanannya ada di huruf "i" jadi kita harus membacanya "Baris."


Oh iya, buat yang bilang bahasa Rusia itu sulit, masih untung aturan membacanya itu masih JELAS, seperti bahasa Indonesia dan Jerman. Tidak seperti bahasa Inggris yg ngawur. Gak percaya? Ini beberapa contohnya: 
Huruf "c" bisa dibaca "k" (club) atau "s" (center). 
Bunyi "i" bisa ditulis "i" (idiom) atau "ee" (teeth) atau "ie" (Charlie) atau ... rasanya masih banyak deh ...
Huruf "i" bisa dibaca "i" (idiom) atau "ai" (item).

Dan masih banyak lagi. Cuma di Amerika ada pertandingan mengeja "Spelling Bee," di negara² lain, semua tahu persis bagaimana mengeja bahasa mereka asal lulus SD.

Saturday, December 15, 2012

Sila Pertama, Interpretasinya, Terjemahannya

Ada 1 yang mengganggu saya soal "Pancasila" yaitu interpretasi dan terjemahan sila pertamanya: "Ketuhanan Yang Maha Esa" yang menurut pengetahuan sekolah saya diinterpretasikan sebagai "Tuhan yang hanya satu," dan diterjemahkan menjadi "Believe in One God" di Bahasa Inggris, tapi coba kita perhatikan lagi ...

Pertama ... "Ketuhanan" itu TIDAK SAMA dengan "Tuhan." 
Imbuhan ke-an itu membentuk kata benda abstrak yang berdasarkan sebuah sifat, misalnya tentram -> ketentraman, aman -> keamanan, gelap -> kegelapan satu -> kesatuan dst. Bisa juga membetuk kata benda abstrak yang merupakan sifat² dari kata benda kongkrit yang menjadi kata dasarnya. Misalnya: manusia -> kemanusiaan, ke-Indonesia-an, dst.
JADI, ketuhanan itu adalah sifat² Tuhan, BUKAN Tuhan itu sendiri.

Kata "maha" sendiri tidak kontroversial, semua sepakat artinya adalah "sangat," tapi kita masih punya masalah kedua.

Kedua ... "Esa" itu BUKAN "Tunggal" BUKAN "satu"
Apa gunanya coba bilang "maha tunggal" atau "maha satu"? Satu yah satu, bukan dua, bukan tiga, bukan empat, dst. Lagipula, kalau memang mau bilang "maha satu" dalam bahasa sansekerta, yang tepat itu adalah "maha eka".
Jadi, apa dong artinya "esa" atau "maha esa"? Hmm ... ternyata ini cukup tricky ... ketika saya mencoba memasukkan kata "esa" dalam kamus atau penerjemah bahasa Sansekerta, tak ada jawabannya. Ketika saya mencoba menerjemahkannya dari bahasa Pali, saya diusulkan untuk mengubahnya menjadi "eso" lalu mendapat terjemahan "This" atau "this one" ... ok, ok, rasanya "esa" adalah salah 1 bentuk deklinasi/perubahan dari "eso," karena Pali memiliki kasus dalam tatabahasanya ...

Huh? Tunggu dulu ... kalau begitu sila pertama Pancasila itu artinya adalah ...
"Sifat² Tuhan yang sangat itu" 

... ok, ok, "This" atau "this one" bisa diartikan sbg "exist" atau "nyata" jadi kita mendapatkan:
"Sifat² Tuhan yang sangat nyata"

Huh? ... OK, saya mengerti sekarang, guru² kita PASTI tak mau PUSING mengajar pernyataan yang sangat filosofis seperti ini, jadinya mereka dengan gampang saja menyederhanakannya. Sama juga dengan para pemimpin² agama dan politikus² kita yang menganggap "ateisme itu menyalahi sila pertama Pancasila." Beliau² ini cuma "tak mau pusing" harap dimaklumi ...



Thursday, September 20, 2012

Menerima Kekalahan

Saya teringat saat dimana timnas Jerman tersingkir dari Piala Eropa 2012. Karena saya tinggal di Jerman, saya bisa melihat kekecewaan di wajah orang² Jerman saat itu. Suasananya begitu kontras dibandingkan saat Jerman mengalahkan Yunani, Denmark, Belanda, dan Portugal. Tidak ada pekikan kemenangan, tidak ada suara klakson ber-tubi², tidak ada pengibaran bendera oleh rakyat Jerman.

Namun bukan hal² itu saja yang tak ada. Tak ada juga yang mengumpat Italia. Bahkan banyak di antara mereka yang sudah bisa tertawa lagi sambil membahas kekalahan tsb. Bahkan ketika ada sebuah mobil berisi beberapa pendukung timnas Italia meneriakkan yel² kemenangan, mereka masih tersenyum dan melambaikan tangan ke arah para pendukung tim lawan tsb. Ketika sebuah mobil melaju kencang melewati pusat kota sambil menyuarakan kegembiraan, para pendukung Jerman cuma tertawa dan bilang "Pasti itu orang italia!" Mereka dengan besar hati menerima kekalahan.

Hal yang sama terjadi 2 tahun lalu saat timnas Jerman dikalahkan timnas Spanyol di semifinal piala dunia 2010. 

Hal yang sama terjadi setiap kali ada Pemilu.

Semoga saja hal serupa bisa dilakukan oleh para pendukung Foke-Nara. Menerima kekalahan adalah bagian dari kehidupan yang sehat. Jangan sampai para pendukung Foke mempermalukan diri mereka sendiri misalnya dengan menyumpahi datangnya bencana. Apalagi Foke sendiri kali ini berbesar hati dan sudah memberikan selamat pada Jokowi.

Selamat pada Jokowi-Ahok atas kemenangannya! Ini adalah awal baru untuk Jakarta.



Monday, September 10, 2012

Dia BENAR-BENAR Panik!

Panik ya bang?
Dari detik.com
Saya sebelumnya sudah mengomentari kubu pembela Fauzi Bowo, "panik dan putus asa".

Ralat sedikit. Fauzi Bowo BENAR² PANIK!!

Saking paniknya sampai² dia mengancam akan mencabut KTP orang Betawi yang tak mau memilih cagub Betawi (Foke-Nara)!

Hei kumis, kamu ini bikin malu orang betawi, bikin malu lulusan Jerman, bikin malu keluarga kamu, TAHU! Dari awal pemilihan gubernur ini adalah adu kompetensi dan kejujuran, bukan masalah etnis!! Jangan lupa juga, pemilih Jakarta cerdas² dan malah antipatik thd calon yang mengusung isu SARA.

Apa kamu ini mengejek masyarakat Jakarta? Apa kamu merendahkan kecerdasan pemilih Jakarta? Mungkin tidak. Rasanya kamu cuma luar biasa panik melihat fakta lapangan lawanmu lebih populer dari kamu. Dalam kepanikanmu, kau langsung ceplas ceplos. Namanya juga orang panik, gak mikir lagi waktu ngomong. Namanya juga orang panik, jadi SENSITIF, langsung main intimidasi.

Mari kita lihat apakah masyarakat Jakarta bisa diintimidasi oleh gubernurnya yang berkumis indah ini, yang begitu bernapsu mempertahankan kursinya!

Tuesday, September 4, 2012

Orang Indonesia dan Makanan di Jerman

Tak lama setelah saya tiba di Jerman untuk pertama kali, saya mendengar stereotip orang Indonesia:
"Setelah 20 menit mengobrol, PASTI orang Indonesia mulai membicarakan makanan/minuman!"

Saya tertawa waktu itu karena yang menyatakan hal itu adalah orang Indonesia juga ... dan saya juga setuju. Orang² Indonesia amat menikmati makanan dan minuman. Jauh dari Indonesia, makanan di Jerman tentu saja SANGAT berbeda dengan makanan dari Indonesia. Tentu saja ini adalah bahan obrolan yang seru buat orang² Indonesia yang di Jerman! Ada beberapa hal yang menarik buat saya ...

Yang dikeluhkan oleh BANYAK orang Indonesia tapi tidak masalah buat saya:
1) Sambal!
Buat mayoritas orang Indonesia: bawa sambal ABC banyak² kalau kalian ingin tinggal di Jerman untuk waktu yg lama. Sambal yang paling umum dijual di Jerman adalah sambal Thailand Sriracha, dan "Sambal Oelek" yang tidak pedas sama sekali. Saya tak pernah suka sambal jadi saya tak masalah dengan hal ini.

2) Nasi!
Kita masih bisa membeli nasi di restoran Asia. Beras juga banyak dijual di toko Asia. Mereka bahkan menjual rice cooker. Namun, fakta bahwa mayoritas restoran di Jerman tidak menjual nasi benar² mengganggu banyak orang Indonesia. Dan kantin universitas juga tak menolong. Kalaupun ada nasi, biasanya mereka menjual nasi pera/buyar. Saya sih gak masalah. Saya dari dulu doyan kentang dan roti. 

3) Makanan Halal!
Setahu saya cuma restoran Turki, yang menjual kebab dan falafel, yang halal. Untungnya, di setiap pengkolan, minimal ada 1 restoran Turki. Tapi tetap saja, bosankan kalau makannya kebab terus? Sedikit variasi bisa didapat dengan memesan makanan vegetarian di restoran non-Turki, tapi tetap saja ini masih mengganggu orang² Muslim. Lebih mengganggu lagi, makanan tradisional Jerman itu mayoritas menggunakan daging babi.

4) Susu!
Para penggemar produk susu: Jerman adalah surga. Susu cair, keju, mentega, dan produk² susu lainnya lebih murah daripada di Indonesia. Saya adalah salah 1 penggemar susu, jadi saya sih luar biasa gembira. Orang² Indonesia yang tidak suka susu atau produknya takkan bisa menikmati semua ini.


Yang bermasalah buat saya dan orang Indonesia kebanyakan: 
1) Garpu & pisau!
Kalau ke restoran, atau kantin, atau kedai, perlengkapan standard mereka adalah garpu dan pisau. OK, tentu saja ini masuk akal. Sulit memakan Schnitzel dengan sendok dan garpu, apalagi kalau Schnitzel tsb tebal. Anehnya, kenapa restoran Asia mereka juga standardnya adalah garpu dan pisau? Yup, orang² Jerman mencoba menyuap nasi menggunakan garpu. Tidak terima kasih, saya makan Schnitzel dengan garpu dan pisau, dan nasi goreng dengan sendok dan garpu. Tak tertarik belajar sebaliknya.

2) Alkohol!
Ini dia yang mengganggu saya, setiap kali diajak minum, saya selalu memesan jus atau cola. Setelah 2-3 kali, orang² mulai bertanya kenapa saya tak pernah  memesan alkohol. Biasanya mereka langsung mengasumsikan alasannya adalah alasan agama, dan saya adalah seorang Muslim. Err ... alkohol itu berisiko tinggi adalah fakta, bukan opini, tak ada hubungannya dengan iman agama. Maaf, hidup sudah dipenuhi banyak risiko yang mau tak mau diambil. Untuk apa mengambil risiko yg tak perlu? Jadi buat para Muslim, tenang saja, stereotip Muslim itu TIDAK SELALU negatif kok. Ada stereotip yang positif juga!

3) Masakan Indonesia ala Jerman!
Waktu saya melakukan magang di sebuah pabrik di Jerman tengah, kantin pabrik tsb mendadak memasak "Nasi goreng ala Indonesia"! Supervisor saya antusias mencobanya dan dia bilang nasi goreng tsb enak! Saya sih langsung bilang: "Menarik ... tapi tidak ada nasi goreng di Indonesia yang rasanya tidak jelas seperti ini." Di kesempatan lain, di sebuah restoran Asia, teman saya memesan gado-gado. Waktu gado² tsb datang, saya langsung tertawa keras. Baru kali itu saya melihat ada gado² dg saus mengepul panas dan diatas saus tsb ada dada ayam yang digoreng tepung! Intinya: jangan terlalu berharap mendapatkan makanan Indonesia otentik di Jerman. Mungkin rasanya lebih mirip kalau masakan tsb disajikan di restoran Indonesia, tapi saya sih tak tertarik mencobanya karena ...

4) Restoran Indonesia!
10 tahun yang lalu, saya melihat sebuah restoran Indonesia di Bremen. Saya kehilangan napsu setelah melihat harganya di foto yang ada di etalasenya: 10 tusuk sate ayam seharga 10 Euro. Sate ayam yang ada di gambar tidak besar, ukurannya sama dg sate ayam yang dijual tukang sate di dekat lampu merah di Indonesia. Bukan cuma sate ayam. Sayur asem di restoran itu harganya 6 Euro. Harap diingat, harga² itu adalah harga 10 tahun yang lalu. Oh iya, gado² yang sebelumnya saya singgung itu harganya lebih dari 7 Euro. Alamak ... tidak trims, lebih baik 6 - 10 Euro itu saya gunakan untuk beli 2 - 3 kebab ...

5) Mie di restoran!
Saya sudah mencoba berbagai jenis mie di restoran² Asia di Jerman. Semuanya TAK ENAK. Antara warnanya kuning menyala seperti dicat, atau digoreng dg terlalu banyak minyak dan kecap! Saya belum pernah mencoba memasak mie telor yang dijual di supermarket Jerman, jadi mungkin saja bukan selalu salah mienya tapi salah cara memasak dan bumbunya.


Yang mengagetkan saya:
1) Babi panggang garing!
Tahu babi panggang asin-garing di nasi campur Cina? Salah 1 masakan tradisional Bayern/Bavaria adalah babi panggang seperti itu dg saus kental berwarna coklat. Alamak ... memang babi yg dipanggang sampai kulitnya garing itu begitu enaknya sampai² jarak ribuan kilometer dan perbedaan budaya yang begitu kontras tidak menghalangi orang Bayern dan Cina menciptakan masakan ini! 

2) Restoran Asia!
Restoran Asia di Jerman itu bisa ditebak banget. Makanannya itu variasi dari hal² ini ...

Pertama dagingnya: daging ayam/babi/sapi dipotong kecil² ATAU dada ayam/babi/cumi/ikan digoreng tepung ATAU bebek goreng garing.
Kedua sausnya: saus kari ATAU asam manis ATAU "saus Cina" (warnanya hitam tapi bukan dari kecap manis). Tips: buat para penderita diabetes, JAUHI saus² ini. Sungguh, ini tips dari dokter loh. 
Ketiga sayurnya sudah pasti: ketimun, paprika, nanas, rebung, kol, dan bawang bombai.
Terakhir, pendampingnya: nasi ATAU mie goreng.

Yup, itu dia "makanan asia" ala Jerman, variasikan saja 4 hal itu. Biasanya di meja depan restoran Asia tsb, para pelanggan bisa melihat mereka sudah siap dengan minimal 2 saus, sayur²annya, mie gorengnya, lalu terakhir dagingnya mereka ambil dari kulkas.

Apa mengejutkannya? SAYA SUKA MAKANAN INI!! Ketika saya pulang ke Indonesia, ada kalanya saya KANGEN pada makanan ini!!

3) Kecap manis!
Sekarang di supermarket² Jerman banyak yang menjual bumbu² Asia. Namun saya sempat tertipu dengan kecap manisnya. Apalagi beberapa bahkan labelnya bertuliskan "ketjap manis." Nope, ini bukan kecap ABC atau kecap Bango yg saya kenal. Ini kecap encer yang terasa manis.


Tentu saja, tidak heran banyak orang Indonesia setelah beberapa bulan di Jerman KANGEN pada makanan² Indonesia. Nope, saya sih tidak kangen seperti mereka. Saya tahu ketika saya di Indonesia, saya juga kangen pada makanan Jerman, bahkan pada makanan Asianya yang tak jelas. jadi, saya sih menikmati saja makanan yg ada di jerman, gak usah kangen²an.



Friday, August 24, 2012

Resensi Buku: Carnage & Culture

Sejarah menunjukkan selama 300-400 tahun terakhir, negara² Barat mampu mengalahkan, menaklukkan, dan menjajah kekuatan² di Afrika, Asia, dan Amerika. Kenapa hal ini terjadi? Kenapa bukan Cina atau Ottoman atau Etiopia atau kekuatan² lain yang menguasai dunia? Sejarawan militer, Victor Davis Hanson, menjawabnya dengan buku Carnage and Culture-nya ini.


Thesis
Thesis buku ini sederhana: Negara² Barat berhasil menjadi kekuatan dominan berkat kebudayaan militer yang superior. Perhatikan: Kebudayaan atau kultur TIDAK SAMA dengan bangsa atau ras atau agama. 

Hanson menjabarkan "kebudayaan militer Barat" sebagai kebudayaan yang memiliki hal² berikut:

Kebebasan (Politis dan ekonomi), atmosfer Egaliter, Individualisme, Kemampuan menerima kritik 
Negara² lain biasanya bersifat hirarkikal, dimana raja/kaisar adalah penguasa mutlak yang tak bisa dibantah, yang berada di atas semua orang lain. Individualisme ditekan, semua protes dihukum keras. Xerxes dari Persia misalnya, memutilasi anak seorang gubernurnya ketika sang gubernur MEMOHON padanya agar sang anak tidak dibawa ke medan perang karena sang gubernur butuh sang anak untuk menjaga dan menemaninya. 

Mentalitas mencari pertempuran yang menentukan
Pada umumnya, kebudayaan² Barat lebih memilih konfrontasi langsung, dan menghindari perang gerilya. Ketika keadaan benar² genting, barulah mereka mengandalkan gerilya. Bahkan ketika mereka kalah jumlah, pihak Barat biasanya TETAP mencari pertempuran terbuka, mengadu tentara mereka dengan tentara lawan di medan perang secara frontal.

Citizen Soldier (Warganegara sbg tentara)
Tentara² kebudayaan Barat bertempur sbg warganegara, bukan sebagai budak, bukan sbg tentara bayaran yang mengharapkan uang. Ketika Roma kehilangan banyak serdadu mereka dalam pertempuran Cannae, Roma langsung menggantikan kerugian tsb dg warganegara mereka yang lain. Ketika Kartago kehilangan tentaranya, warga mereka BUKAN penggantinya, dan merekapun menghabiskan uang, energi, dan waktu lebih banyak untuk menggantikannya. Pada akhirnya Roma mengalahkan Kartago karena Roma BISA mengganti kerugiannya dengan lebih mudah, murah, dan efisien.

Titik berat pada infanteri berat
Dari hoplite Yunani, Phalanx Macedonia, dan legiuner Romawi, militer Barat menekankan diri pada infanteri berat. Bukan kavaleri (Mongolia, Arab, Hun, dll) atau infanteri ringan (Aztec, Maya, Inca.) Infanteri berat berarti tentara² tsb harus dilatih secara intensif, memiliki armor yang memadai, dan relatif flexibel. Kavaleri memang memiliki keunggulan di tanah terbuka, tapi kuda itu mahal, jadi militer berbasiskan kavaleri tak bisa menjadi militer egaliter.

Rasionalisme
Tidak semua inovasi militer adalah buatan Barat. Bubuk mesiu misalnya, adalah penemuan Cina. Namun tetap saja, Baratlah yang pertama kali menggunakan mesiu dengan intensif, efisien, dan menyeluruh. Rasionalisme Barat memungkinkan peningkatan ilmu secara sistematis, penemuan² baru, perkembangan, dan kemajuan exponensial dalam berbagai bidang, termasuk tehnologi dan organisasi militer.

Kapitalisme
Suka tak suka, tidak ada perang yang gratis. Sebuah negara tak mungkin punya militer yang kuat tanpa ekonomi yang kuat. Negara² Barat adalah penemu dan penerap kapitalisme modern. Bandingkan dengan Turki Ottoman misalnya. Di pertempuran Lepanto antara 2 kekuatan ini, admiral Ali Pasha, menantu sultan Ottoman sendiri, membawa ber-peti² koin emasnya di kapal perangnya. Dia melakukan hal itu sebab dia takut uangnya diambil pemerintah. Kalau admiral tertinggi dan menantu sultan saja memiliki ketakutan tsb, apalagi rakyat jelata? Bagaimana ekonomi bisa berfungsi dengan baik saat tidak ada kepercayaan pada pemerintah? Admiral² Barat dalam pertempuran Lepanto tidak melakukan hal itu sebab mereka percaya, harta mereka di rumah mereka takkan diambil begitu saja oleh junjungan mereka. Itulah yang membuat kekuatan² Eropa yang waktu itu wilayahnya lebih kecil, rakyatnya lebih sedikit, sumber daya alamnya lebih jarang, dll bisa sama kayanya dengan kesultanan Ottoman yang meliputi Mediteran Timur.

Disiplin
Sebelumnya, saya sudah pernah bilang seorang "warrior" BUKAN seorang "soldier." Warrior mengandalkan keberanian, soldier mengandalkan disiplin. Tentara² Barat mengalahkan Warrior² dari kekuatan lain bukan cuma karena keunggulan tehnologi semata, tapi juga keunggulan organisasi, formasi, dan pemilihan posisi yang mustahil dimiliki oleh kumpulan warrior, oleh tentara tanpa disiplin.

Jadi, intinya kebudayaan militer Barat itu berdasarkan pragmatisme yang amoral. Yup, Hanson menyatakan, cara Barat berperang itu AMORAL, militer Barat cuma perduli tentang efektivitas militer mereka, bukannya apakah cara berperang mereka sesuai dengan kitab suci. Dia juga menyatakan, agama Kristen yang pasifis sempat MENGGANGGU budaya militer ini, dan berujung pada melemahnya kekaisaran Romawi, dan dimulainya "Abad kegelapan."

Untuk mendukung argumennya, Hanson menganalisa banyak pertempuran² terpenting dalam sejarah: pertempuran Salamis, Gaugamela, Cannae, Poitiers/Tours, Tenochtitlan, Lepanto, dan Midway, serta 2 perang: perang Zulu dan perang Vietnam. Setiap pertempuran dan perang tsb menunjukkan betapa pentingnya nilai² kebudayaan militer Barat secara holistik, secara menyeluruh.

Para penggemar sejarah akan langsung sadar, tidak semua contoh yang dianalisa Hanson berujung pada kemenangan Barat. Pertempuran Cannae dan perang Vietnam berakhir dengan kekalahan pihak Barat. Di sini Hanson menekankan, kebudayaan militer Barat TIDAK menjamin kemenangan di SEMUA pertempuran dan perang. Pertempuran Cannae adalah bencana militer terbesar yang diterima republik Roma, tapi Roma berhasil mengalahkan Kartago di perang tsb karena Roma memiliki "Citizen soldier" berbeda dengan Kartago yang sepenuhnya menggunakan budak, tentara bayaran, dan tentara² dari suku lain. Untuk contoh perang Vietnam, Hanson menitik beratkan fakta bahwa Amerika Serikat TIDAK PERNAH KALAH dalam 1 pertempuranpun dalam perang Vietnam. Kekalahan di perang Vietnam adalah akibat dari kesalahan strategi yang diperbesar oleh propaganda lawan. Tentu saja ini menimbulkan pertanyaan: "Kalau begitu kebebasan berpendapat juga bisa melemahkan militer?" Yup, Hanson setuju dengan hal itu SAMBIL mengingatkan, kebebasan berpendapat juga yang membuat pihak Amerika bisa mundur dari Vietnam tanpa kehilangan negaranya. Bandingkan dengan Uni Soviet yang kehilangan negaranya setelah mundur dari Afghanistan.

Mungkin anda juga menyadari, 9 hal di atas kini dimiliki oleh kebudayaan² lain. Di sini Hanson juga menekankan, kebudayaan lain boleh memiliki 1-2 hal di atas, tapi tidak pernah kesembilannya secara bersamaan. Ketika mereka berhadapan dengan Barat, perbedaan² itulah yang menentukan, yang memberikan pihak Barat keunggulan militer.

Selain itu, Hanson juga menekankan, semua hal di atas itu harus dilihat secara RELATIF, sesuai dengan masanya, dibandingkan dengan kekuatan² lain. Yunani di zaman Themistocles misalnya, walaupun mereka percaya kebebasan, faktanya mereka juga memiliki, menjual, dan membeli budak. Yunani jaman itu bisa disebut "bebas" dibandingkan dengan Persia, dimana konsep "kebebasan" sendiri tak exist, dimana gubernur sekalipun praktis adalah budaknya sang raja.


Perbandingan dengan "Guns Germs and Steel"
Buku ini sering dibandingkan dengan bukunya Jared Diamond, Guns Germs and Steel. Hanson sendiri terang² menyatakan dia TAK SETUJU dengan thesis buku Diamond tsb, yang menyatakan faktor geografis dan biologis sbg penyebab utama dominasi Barat. Namun, saya sendiri tak merasa kedua buku tsb "mutually exclusive." 

Hanson TIDAK PERNAH membahas darimana asal kebudayaan militer Barat. Dia sempat menyinggung agama Kristen yang bersifat pasifis sempat menghambat budaya militer ini, tapi selain itu dia tidak membahas asal muasal budaya militer Barat. Guns Germs and Steel bisa menjelaskan asal muasal budaya militer ini, setidaknya secara parsial.


Carnage & Culture dan Konsep Khilafah Global
Buku ini sangat berguna ketika kita membahas masalah Khilafah. Kalau Hanson benar, Khilafah TAK MUNGKIN mendominasi negara Barat.

Para penganjur Khilafah biasanya terobsesi dg "Kehormatan" sehingga mengritik sesuatu secara terbuka biasanya berakibat fatal untuk si pengritik. Artinya, mendirikan ulang Khilafah cuma MENGULANG inferioritas tsb. Akibatnya: militer dan masyarakat Khilafah tak mungkin memiliki kebebasan berpendapat. Para penganjur Khilafah juga terus menerus mengumandangkan tentara mereka adalah jihadis, bukannya citizen-soldier. Mereka juga mengekang rasionalisme dengan agama. Terakhir, mereka menolak riba yang merupakan salah 1 prinsip terdasar dalam kapitalisme. Mundurnya Ottoman dan dominasi Barat atas mereka adalah akibat hal² tsb. 

Kesultanan Ottoman mencoba menutupi kekurangan mereka dengan mengadopsi SEBAGIAN inovasi Barat. Mereka mendatangkan ahli² militer Barat, membeli senjata Barat, bahkan membuat tentara mereka mengenakan seragam seperti tentara Barat. Nope, tak cukup. Adopsi separuh² seperti ini malah membuat pihak Ottoman makin lemah: mereka jadi harus mengeluarkan banyak uang untuk semua hal ini, dan mereka gagal membangun militer ala Barat yang mandiri. Mereka tak pernah bisa mengemulasikan kekuatan militer Barat.

Hal serupa terjadi pada Jepang. Negara matahari terbit ini lebih berhasil mengadopsi militer Barat. Mereka bahkan berhasil mengembangkan industri militer yang membangun mesin² perang berkualitas tinggi. Torpedo, kapal terbang, kapal perang, taktik pertempuran laut malam mereka semuanya JAUH lebih baik daripada pihak Amerika Serikat. Namun, begitu Amerika Serikat mencurahkan waktu, tenaga, dan uangnya ke industri militernya, dengan cepat mereka kehilangan keunggulan² tsb. Kapal terbang Zero mereka dg mudah ditembak jatuh Hellcat dan Corsair. Taktik pertempuran laut malam Amerika membaik, dan mereka memiliki radar yang jauh lebih canggih. Kapal perang Amerika juga memiliki sistem damage control, dan pemadam api yang jauh lebih canggih. Inisiatif² pribadi dari opsir² Amerika Serikat berbuah pada inovasi taktik, pemecahan kode Jepang, dll. Intinya: kebebasan, dan kemampuan menerima kritik itu fundamental dalam menciptakan militer yang superior.

Khalifah tak memiliki hal² ini. Kita sudah melihat hal serupa sedang terjadi di Timur Tengah. Militer Israel yang de facto adalah militer Barat mengalahkan militer² negara Arab, HAMAS, FATAH, Hezbollah, dll. Negara² Arab tsb mencoba membeli senjata² canggih dari Rusia, Cina, bahkan negara² Barat, tapi mereka tetap tak bisa mengalahkan Israel. Dominasi Israel di medan perang begitu nyatanya, sampai² negara² arab sekarang menolak menyerang Israel dalam perang terbuka. 

Mari kita berpikir lebih jauh lagi: SEANDAINYA negara² non-Barat mengadopsi budaya militer Barat secara holistik, apakah mereka tetap mau berperang dengan kekuatan² Barat? Pertanyaan yang lebih fundamental lagi yang tidak ditanyakan Hanson secara langsung adalah: Apakah mereka masih bisa dibedakan dari Barat secara kultural? Reformasi militer non-Barat menjadi militer Barat secara holistik berarti reformasi budaya secara keseluruhan. Nope, para penganjur Khilafah takkan mengijinkannya.


Kesimpulan akhir: 
Buku ini amat disarankan untuk orang² yang tertarik memplajari sejarah, terutama sejarah militer, sejarah kultur, dan sejarah perbandingan.


Thursday, August 16, 2012

Cara Berdiskusi yang Sehat

Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan psikologis untuk berinteraksi 1 sama lain. Ada banyak interaksi yang bisa terjadi. "Diskusi" adalah salah satunya. 

Sebuah diskusi adalah saat dimana setidaknya dua individu secara aktif melakukan tukar menukar informasi. Di sisi lain, sebuah debat pada intinya adalah sebuah diskusi dimana kedua pihak tidak setuju tentang sesuatu, dan mendiskusikan hal tsb. Intinya: beda diskusi dan debat itu amat tipis. Karena itu, cara berdiskusi yang sehat SAMA PERSIS dengan cara debat yang sehat. Coba lihat diskusi/debat berikut ini, tentang apakah Indonesia harus menjadi negara Islam/Khilafah:

"A": Khilafah itu bagus kok!
"B": Khilafah itu jelek!
"A": BAGUS, BAGUS, BAGUS!!
"B": JELEK, JELEK, JELEK!!

Saya yakin semua orang setuju bahwa contoh di atas adalah contoh sebuah diskusi/debat yang buruk. Apa yang salah? Kesalahan yang paling utama yang dilakukan oleh kedua orang di atas adalah, mereka cuma menyampaikan opini mereka, bukannya menyampaikan ARGUMEN. Yup, argumen. Sebuah diskusi atau debat adalah PERBANDINGAN ARGUMEN. Kedua orang di atas cuma memberikan OPINI mereka. Tidak ada argumen, tidak ada diskusi, apalagi diskusi yang baik. 

OK, kalau begitu bagaimana cara yang berdiskusi yang sehat? Sederhana, bicarakan argumennya. Jangan ngelantur, jangan lari ke-mana², jangan mengalihkan topik, analisa argumen pihak lain dan sampaikan tanggapan anda.

Lebih rincinya, ibarat sebuah tembok, ada 2 hal yang menyusun argumen: data/fakta dan logika, ibarat batu bata dan semen. Jadi, semua diskusi tentang sebuah argumen harus melibatkan setidaknya salah 1 dari 2 hal itu: data dan logika. Kalau dibawa dalam kontext debat, cuma ada 2 serangan yang sah:
1) Menunjuk kekurangan atau kesalahan data/fakta lawan.
2) Menunjuk kesalahan logika lawan.

Mari kita kembali ke contoh di atas. Serangan tipe pertama itu seperti ini:
"B": Khilafah itu jelek! Semua diktator dan tiran itu menggunakan Khilafah, lihat mereka sudah membunuh berapa milyar manusia?
"A": Maaf yah, tapi itu salah besar. Hitler tidak pernah mendirikan atau memimpin Khilafah. Apalagi Stalin, Pol Pot, dan Mao yang komunis!

Lihatkan? "A" menyerang data yang digunakan "B" dalam argumen anti Khilafahnya. Tak sulitkan? Lanjut, kita ke contoh kedua:
"A": Khilafah itu bagus sebab Hitler tak mendukung Khilafah! Stalin dan Mao juga!
"B": Mereka bertiga tak percaya kuntilanak itu ada. Jadi artinya kita harus percaya kuntilanak itu ada?

Jelaskan? Kita jadi melihat sebuah diskusi, sebuah debatkan, bukannya adu teriak antara 2 anak kecil seperti contoh pertamakan?

Namun, kenyataannya berbeda jauh. Ada banyak tehnik yang sering digunakan dalam debat, diskusi, black campaign, dll yang jauh dari sahih. 

Tehnik pertama tentu saja memalsukan fakta atau menyebar kabar bohong. Tak perlu penjelasan apapun tentang ini, sudah cukup jelas, balik lagi ke tehnik debat #1, tinggal tunjuk kesalahan data/fakta tsb.

Tehnik kedua tentu saja menggunakan logical fallacy/kesesatan logika! Ini adalah tehnik favoritnya BANYAK orang. Beberapa fallacy yang paling umum digunakan:

1) Argumentum ad hitlerum:
Ini adalah yang dilakukan di contoh kedua, "A" mencoba menjatuhkan argumen "B" dengan menyamakannya dengan Hitler. Hitler bisa diganti menjadi "Kafir" atau "Zionis" atau "Muslim" atau cap² lainnya. Nope. Menyatakan sesuatu sbg pendapatnya sebuah kelompok/individu negatif tidak otomatis menjatuhkan argumen tsb.

2) Argumentum ad baculum:
Ini adalah favoritnya para preman! "Kalau kamu tak setuju dengan pendapatku, aku tak menjamin keamananmu!" alias main ancam! Hei, siapa yang butuh argumentasi rasional kalau bisa mengancam?  

3) Circular logic:
Berusaha membuktikan 1 argumen dengan dasar argumen itu sendiri. Contoh: "Saya pasti benar karena saya sudah bilang saya pasti benar!" Ngawurkan? Tapi inilah yang selalu dilakukan orang yang membuat argumen teologis/mencatut nama Tuhan ketika ditanya kenapa kitab suci pasti benar: "Kitab suci pasti benar karena ditulis oleh Tuhan yang tak mungkin salah," sementara mereka juga selalu bilang "Cuma Tuhan lah yang bisa menulis kitab suci sebab kitab suci selalu benar!" OK ... muter dah ...

4) Correlation doesn't imply causation:
Hubungan tidak otomatis membuktikan sebab akibat. Anggota agama pastafarianisme sebagai bagian dari satire mereka misalnya, berargumen bahwa suhu bumi terus meningkat di saat jumlah bajak laut di seluruh dunia terus menurun, membuktikan bajak lautlah yang mencegah global warming! Sebuah hubungan bisa terjadi karena 2 hal tsb disebabkan oleh hal yang sama, atau cuma kebetulan semata. Harus ada bukti² lain untuk membuktikan hubungan sebab akibat. 

Dan masih banyak lagi. Wikipedia memiliki daftar yang lebih komprehensif

Itu adalah cara² berdebat yang tidak sahih. Itu adalah cara berdiskusi yang TIDAK membahas argumen ybs. Kalau anda memang perduli dengan integritas anda, dengan kenyamanan internet sbg tempat bertukar pikiran, dengan integritas argumen anda, anda wajib menghindari semua fallacies tsb.

Namun, tentu saja ada saatnya anda berdiskusi dengan orang yang bolak-balik menolak berdiskusi dengan sehat. Anda tahu dong? Biasanya sih orang yang bakalan ngotot, lalu begitu anda mulai menyampaikan argumen anda dia malah me-maki²? Kadang² memakinya dengan kebon binatang dan aktivitas atas ranjang. Kadang² dengan ancaman neraka, siksa kubur, dan hukuman di akhir jaman. Intinya: diskusi dengan orang² yang menolak menggunakan rasio.

Saran saya: tetaplah berdiskusi dengan mereka, asalkan diskusi/debat tsb terjadi di depan umum. Mereka mungkin tidak bisa mengerti sepatah katapun dari anda, tapi orang² yang mengikuti diskusi/debat tsb tidak semuanya menolak rasio kan?

Kalau diskusi tsb terjadi tidak di depan umum ... sampaikan argumen anda sekali. Jangan terlalu ngotot. Hidup itu cuma sekali, sayang amat kalau dihabiskan cuma untuk berdebat dengan seseorang yang menolak menggunakan rasio.



Thursday, July 12, 2012

Amerika, HAM, dan RRC

Sebelumnya saya sudah bilang, demokrasi bukan panacea semua masalah tapi absennya demokrasi hampir pasti membunuh kemajuan. Demokrasi adalah sine qua non kemajuan.

Lalu, saya membaca sebuah berita dari detik.com tentang RRC tak senang mendengarkan pernyataan Hillary Clinton soal demokrasi. Lagu lama. Biar saya terjemahkan beberapa hal dari artikel tsb.

Ditulis:
"Siapa yang memberi Amerika hak untuk secara arogan mengkritik status demokrasi di Asia?"

"Amerika bukan hakim soal HAM untuk dunia dan Asia. Tak ada sistem umum yang cocok untuk semua negara,"

Dibaca:
"Hei, biarkan kami membungkam semua kritik di negara kami! Biarkan kami menindas rakyat kami! Kamu orang luar tak punya hak untuk mengritik kami!"

Dan makin lucunya artikel itu ditutup dengan:
"Benar bahwa memberantas ekspresi politik atau mempertahankan kontrol ketat atas apa yang dibaca orang atau dikatakan atau dilihat orang bisa menciptakan ilusi keamanan. Namun ilusi akan pudar, karena kerinduan orang untuk kebebasan tidak akan pudar," kata Hillary beberapa hari lalu.
Saat itu Hillary memang tidak menyebut nama China, namun menurut People's Daily, komentar tersebut jelas-jelas ditujukan ke para pemimpin China."

Komentar saya:
BERASA NIH YEEE!!

Gini deh para pemimpin RRC ... siapa yang memberikan kalian hak secara arogan untuk mengontrol segenap birokrasi, hukum, dan rakyat kalian? Siapa yang memberikan kalian status "Kebal kritik"? Hmm? Jawaban paling pro pemerintah RRC yang bisa saya pikirkan, yang tidak melibatkan ngarang² adalah "Rakyat Cina di akhir 1940an." Itu 60 tahunan yang lalu. 2-3 generasi yang lalu. Basi banget. Di sekolah, seorang siswa diuji setiap tahunnya apakah dia pantas naik kelas atau tidak. Di perusahaan, seorang karyawan terus menerus di evaluasi oleh bosnya. Terus, di RRC ini ada sebuah partai politik yang menguasai semua lapisan birokrasinya selama 60 tahun lebih tanpa di evaluasi oleh pihak lain dan mereka bicara soal arogansi?

Amerika tidak sempurna. Amerika juga sering memberlakukan standard ganda, kemunafikan, kesalahan, dll. Namun, bukan berarti omongan menteri luar negerinya bisa langsung diasumsikan "arogan" atau salah.

Apa? Masih menganggap Amerika arogan karena mereka "mencampuri urusan negara lain" karena mereka "meng-injak² kedaulatan nasional"?? News flash: kedaulatan nasional itu OVERRATED.



Thursday, July 5, 2012

Hukuman Mati

Salah 1 hal kontroversial adalah mengenai perlu tidaknya hukuman mati.

Biar saya tegaskan posisi saya di awal argumentasi ini: saya SETUJU hukuman mati cuma untuk BEBERAPA kejahatan: genosida, pembunuhan massal, terorisme, pembunuhan berantai, dan kediktatoran keji. Menurut saya, argumen anti-hukuman mati tak valid untuk kejahatan² tsb. Berikut ulasannya:

1) Argumen "Kita tak bisa menghukum mati karena kalau salah vonis, kita tak bisa membetulkannya!" itu nonsense.
Risiko ini tak membuat kita menghapuskan militer, padahal vonis perlunya perang atau tidak sering salah, dan korbannya ribuan. Risiko ini juga tak membuat kita berhenti mempersenjatai polisi. Padahal vonis yang dijatuhkan polisi apakah dia harus menembak atau tidak, cuma diambil dia sendiri, dengan informasi yang terbatas, dan "under pressure."

2) Untuk para kriminal dengan pengikut: kalau mereka masih punya pengikut di luar, selama mereka masih hidup dan ditahan oleh pihak berwajib, pengikut mereka bisa melakukan penyanderaan.
Saya sih takkan mau membayar uang tebusan. Itu cuma akan mendorong orang² melakukan penyanderaan. Namun di dunia nyata tak semudah itukan? Ada pertimbangan politis. Ada desakan² dari berbagai pihak untuk membayar tebusan, dst. Bisa jadi proses penyanderaan itu kacau dan akhirnya sanderanya terbunuh. Bisa jadi pemerintah akhirnya melembek dan melepaskan si kriminal. Lihat point berikutnya. Hukum mati haram jadah itu, habis perkarakan?

3) Kalau para kriminal tsb berhasil melarikan diri dari penjara, mereka akan membunuh lagi.
Hei para penentang hukuman mati, kalau para haram jadah itu lepas dan membunuh lagi anda mau tanggung jawab?


Namun untuk kasus korupsi, argumen salah vonis benar² serius. Memfitnah orang melakukan korupsi JAUH LEBIH MUDAH daripada memfitnah orang melakukan genosida atau pembunuhan massal atau kediktatoran keji. Di saat yang sama, argumen #2 &#3 itu irelevan untuk para koruptor. Yang paling utama dalam menghukum koruptor adalah memastikan semua uang yang dia curi dari negara dikembalikan. "Hukuman mati buat koruptor" baru bisa menjadi pilihan sahih kalau sistem peradilan Indonesia tak korup lagi.