Wednesday, August 1, 2012

Rohingya, Muslim, dan Aung San Suu Kyi

Bentrokan antar etnis/antar agama pecah antara etnis Rohingnya yang mayoritas Muslim dan orang² Burma yang mayoritas Buddhist. Rumor² bersliweran di jagad maya, termasuk foto² bohong/hoax. Ada banyak hal yang bisa dikomentari di sini:

1) Informasi dari daerah konflik tsb terlalu minim
Diambil dari wikipedia
Ini disebabkan oleh ketatnya pemerintah Myanmar mengontrol akses ke area konflik. Terjadilah apa yang Mark Humphrys sebut "Paradox of the Fisks", negara yang paling dikritik bukanlah negara yang paling sadis, tapinya negara yang paling bebas. Ini sebabnya kita bisa dengan mudah mengritik Amerika Serikat dan Israel: mereka menyediakan akses bagi semua orang untuk mendapatkan informasi. 
Absennya informasi ini membuat tidak ada analisa yang bisa dilakukan thd "bencana" ini. Sekali lagi, kediktatoran membantu kekejaman, membantu penutupan kesalahan, sementara demokrasi dan keterbukaan membantu kontrol, pengawasan, dan keadilan. Sekali lagi, demokrasi di Myanmar bisa mempermudah masalah ini. Dimana para Muslim ketika Amerika Serikat dan banyak pihak lain memperjuangkan demokrasi di Myanmar?

2) Berbeda dengan saat Amerika Serikat menyerang Iraq, kali ini tak ada Muslim yang menyatakan "Kedaulatan Nasional Myanmar harus dijaga! Jangan campuri urusan Myanmar!"
Dengan kata lain, Amerika Serikat itu seperi polisi, sementara para Muslim itu seperti hippies. Para hippies selalu memaki polisi ... kecuali ketika ada perampok menodong mereka ... kecuali ketika rumah mereka dibobol maling ... kecuali ketika anak mereka diculik, dst. 
Oh iya, saya sependapat dengan para Muslim soal Myanmar ini, kalau memang terjadi kejahatan thd kemanusiaan, orang² Rohingya HARUS dibela. Saya sudah bilang sebelumnya, kedaulatan nasional itu OVERRATED! Masalahnya sekarang, balik ke point 1, tak ada yang tahu apa yang terjadi di sana. Intervensi harus dilakukan dengan bijak, dengan informasi yang memadai, bukan dengan emosi semata.

3) Di saat yang sama, Aung San Suu Kyi bisu 1000 bahasa ...
Yang ini juga harus ditunjuk. Berbeda dengan orang² luar, Suu Kyi seharusnya memiliki informasi tentang konflik ini. Namun dia diam. 
Seandainya Suu Kyi sama butanya dengan kita tentang ini, dia tidak mengatakannya. Seandainya dia memang tak punya informasi, setidaknya dia punya tanggung jawab moral untuk memberitahu tentang betapa sulitnya mendapatkan informasi tentang ini DAN meminta orang² Muslim untuk tidak bertindak gegabah, bukannya mingkem, diam 1000 bahasa.
Karena aksi diam ini, banyak orang jadi menebak Suu Kyi sebetulnya pro pembantaian, sehingga dia mingkem demi "political correctness". Saya tak habis pikir kenapa dia diam. Suu Kyi memiliki tanggung jawab moral untuk BICARA. Dia seharusnya menenangkan semua pihak, bukannya bisu 1000 bahasa seperti sekarang.

4) Oh iya, Bangladesh yang Muslim juga menolak membantu warga Rohingya loh!
Bukan saya yang bilang begitu tapi PM Bangladesh sendiri, yang bilang juga Myanmar berhak memperlakukan Rohingya semau mereka:

Jadi, masalah ini bukan masalah Islam vs Buddha. Ini adalah masalah kemanusiaan, yang DIPERSULIT oleh kediktatoran Myanmar, dan pemerintah Bangladesh.

No comments:

Post a Comment