Apakah nama Yi Soon Shin terdengar
asing bagi anda? Bagaimana dengan Hideyoshi Toyotomi dan Tokugawa
Ieyasu? Saya yakin jauh lebih banyak pembaca yang lebih kenal dengan
dua orang terakhir yang dikenal sebagai pemersatu Jepang, sebab saat
ini sedang terjadi booming semua yang berbau Jepang, terutama di
kalangan remaja dan pemuda kita. Sungguh sayang, sebab Yi Soon Shin
sangat berhubungan dengan kedua orang ini.
Semua bermula pada tahun 1590 saat
Hideyoshi baru saja selesai menyatukan Jepang. Namun, situasi Jepang
saat itu masih amat kondusif untuk perpecahan lagi. Kekuasaan masih
belum terpusat benar di kalangan Hideyoshi dan semangat berperang
masih membara di kalangan bangsawan-bangsawan Jepang. Hideyoshi
memutuskan untuk menyalurkan segenap semangat itu keluar untuk
menghindari perang saudara. Secara logis pilihan dijatuhkan ke Cina
dan Korea, maka dia mengirim utusan ke Korea. Yang diminta utusan itu
kepada pihak Korea adalah ijin untuk menggunakan wilayah Korea
sebagai pangkalan untuk expedisi militer ke Cina yang saat itu
dikuasai oleh dinasti Ming.
Pihak Korea yang merupakan
bawahan/vassal dinasti Ming menolak mentah-mentah permintaan itu.
Hideyoshi memutuskan untuk menaklukan Korea dulu sebagai batu
loncatan sebelum menaklukan Cina. Tokugawa Ieyasu yang lihai sudah
bisa memperkirakan expedisi ini akan berujung pada bencana, maka ia
menolak mengerahkan pasukannya, tapi Hideyoshi tetap ngotot untuk
melakukan invasi besar-besaran.
Pihak Jepang mendaratkan lebih dari
100.000 tentara di daerah Pusan, dan bergerak dengan cepat ke arah
Utara sambil merampok dan menjarah semua yang mereka lewati. Tentara
Korea bukan tandingan tentara Jepang yang bersenjata lebih modern
yaitu senapan. Mereka juga lebih berpengalaman (Karena baru saja
melalui perang saudara.). Namun, kemajuan pihak Jepang bukan cuma
tergantung pada tentaranya saja. Tentara ini tak bisa bergerak bila
tak dipasok makanan, amunisi, obat-obatan, dan logistik lain. Untuk
memasok mereka, pihak Jepang berkesimpulan jalur lautlah jalan
terbaik, sebab bagaimanapun juga barang-barang itu harus diangkut
dari Jepang ke Korea lewat laut. Jadi lebih baik mengangkut logistik
untuk tentara itu dengan armada kapal yang menyusuri pantai Korea,
daripada dengan konvoi kereta kuda yang melewati jalan darat di
semenanjung Korea.
Di sinilah Yi Soon Shin bersinar. Saat
itu, dia sudah menjadi laksamana dan dia tahu benar bahwa jalur laut
jauh lebih bisa diandalkan untuk memasok tentara lawan. Dia juga
mengerti bahwa tentara yang terputus hubungan dengan pasukan induknya
adalah tentara yang tak berarti. Maka, dia mengerahkan semua
kapal-kapalnya untuk menyerang armada Jepang.
Yi Soon Shin sudah menduga perang akan
pecah, maka dia sudah menyiapkan AL Korea sebaik-baiknya. Dia
memplajari peta pantai Korea dengan seksama, mencatat segenap arus
dan semua fenomena alam di semua daerah yang penting. Dia juga
melatih armadanya dengan sungguh-sungguh jauh hari sebelum perang
pecah. Bahkan, dia melangkah lebih jauh daripada kebanyakan laksamana
maupun jendral dalam persiapan pasukannya: dia menggunakan dan
menyempurnakan rancangan kapal perang lapis baja pertama di dunia,
Kobukson atau kapal Kura-kura, yang terbukti efektif. Hasilnya
terlihat nyata dalam 19 pertempuran mulai dari pertempuran Okpo
sampai pertempuran Changmunpo, dia tak pernah terkalahkan, niat
Hideyoshi untuk memasok tentaranya dari jalur lautpun berantakan.
Tentara Jepang yang kekurangan segalanyapun mandek. Melihat gelagat
kurang baik, gencatan senjatapun diusulkan pihak Jepang dan disetujui
kedua belah pihak. Kini pihak Jepang sadar, Yi Soon Shin harus
dilenyapkan dulu, barulah Korea bisa ditaklukan.
Siasatpun diatur, pihak Jepang sengaja
mengirim agen ganda ke pihak Korea bahwa mereka akan menyerang lagi
di Chilchonnyang. Raja Korea memerintahkan Yi Soon Shin mengerahkan
armadanya ke Chilchonnyang untuk mencegah hal itu, tapi Yi Soon Shin
menolak. Menurutnya, mustahil informasi ini benar, sebab daerah tsb
sempit, berarus kuat, berbatu karang, dst, pada intinya terlalu
berbahaya. Ini sesuai dengan Adage “Jendral yang baik bukan cuma
tahu cara memenangkan pertempuran, tapi juga tahu kapan sebuah
pertempuran tak bisa dimenangkan.”
Sang raja murka. Yi Soon Shin nyaris
dipancung, cuma karena permintaan teman-temannya yang berada di
lingkar dalam istana, lehernya bisa diselamatkan. Namun, tetap saja
dia ditangkap, disiksa, dan diturunkan pangkatnya sampai jadi tentara
rendahan. Yi Soon Shin tak mengeluh sedikitpun atas perlakuan
junjungannya. Sang raja menyuruh saingan Yi Soon Shin yaitu Won Kyun
untuk mengerahkan seluruh armada Korea ke Chilchonnyang.
Pihak Jepang begitu tahu Yi Soon Shin
sudah tersingkir, girang bukan alang kepalang. Mereka memutuskan
menyerang lagi, ke Chilchonnyang. Dari 134 kapal perang Korea yang
dibawa Won Kyun ke Chilchonnyang, cuma 12 yang lolos. Won Kyun saja
tewas di tangan serdadu Jepang saat dia melarikan diri ke daratan.
“Kini armada Korea sudah hancur lebur, dan invasi bisa diteruskan”
pikir pihak Jepang.
Melihat bencana ini, sang raja
tersadar. Dia memulihkan status Yi Soon Shin, tapi melihat tinggal 12
kapal saja yang tersisa, sang raja hendak membubarkan Angkatan laut
Korea dan mengubah semua pelautnya menjadi tentara darat. Yi menolak.
Dia berhasil meyakinkan raja bahwa pembubaran AL Korea cuma akan
membuat armada Jepang leluasa berlayar di pantai dan sungai Korea,
membuat kemajuan tentara Jepang tak tertahankan. Yi bersumpah selama
dia masih hidup, Jepang takkan bisa memandang remeh Korea.
Armada Jepang sendiri saat itu
berkekuatan 330 kapal perang, sementara armada Korea cuma mendapat
tambahan 1 kapal perang saja, membuat rasio kedua armada menjadi 13 :
330. Yi Soon Shin tahu pertempuran berikutnya menentukan hidup mati
Korea. Bila dia kalah, berakhir sudahlah AL Korea. Bila dia tak
bertempur, armada Jepang itu akan memasok tentara Jepang di darat.
Jadi, tak ada pilihan lain selain memenangkan pertempuran berikutnya.
Pertempuran Myongnyang adalah
pertempuran yang menentukan itu. 16 September 1597, laksamana Yi Soon
Shin meninggalkan pangkalannya untuk menyambut armada Jepang. Yi Soon
Shin sengaja memilih Myongnyang karena keadaan tempat itu yang sempit
akan membuat armada Jepang tak bisa memanfaatkan jumlah mereka.
Pertempuran berjalan berat, tapi keajaiban terjadi. Sekonyong-konyong
salah satu pelaut Yi yang berkebangsaan Jepang melihat jenazah
berbaju merah menyala mengapung ketika pertempuran sedang
hebat-hebatnya. Dia langsung meminta Yi mengangkat jenazah itu.
Betapa girangnya mereka saat mereka tahu jenazah itu adalah jenazah
Kurushima Michifusa, seorang bajak laut Jepang yang merupakan
komandan armada Jepang.
Melihat jenazah pemimpinnya dikerek di
tiang kapal perang lawan, tentara dan pelaut Jepang panik. Saat itu
juga, arus kuat yang melalui daerah itu berubah, mengacaukan formasi
kedua belah pihak, tapi pihak Jepang lebih dirugikan karena Yi Soon
Shin sudah memperkirakan hal ini dan mampu memanfaatkannya secara
maksimal. Ketika pertempuran berakhir, 31 kapal perang Jepang
tenggelam sementara 90 kapal lainnya rusak, sementara armada Korea
tak kehilangan satu kapalpun. Kemenangan ini penting karena selain
menghancur leburkan moril pasukan jepang, kemenangan ini meyakinkan
pihak Cina untuk mengirimkan angkatan lautnya membantu AL Korea.
Setelah armada Jepang hancur, pihak
Cina membantu Korea secara besar-besaran, dan Hideyoshi Toyotomi
meninggal, pihak Jepang sadar kemenangan sudah tak mungkin. Merekapun
memutuskan mundur. Pihak Jepang mengerahkan 500 kapal untuk
mengevakuasi pasukannya dari Korea. Angkatan Laut Korea dan Cinapun
bergerak untuk menghadang mereka. Dalam pertempuran terakhir yang
disebut sebagai pertempuran Noryang inilah laksamana Yi Soon Shin
terkena peluru nyasar. Bahkan ketika maut sudah di depan matanya,
pikiran sang laksamana masih jernih. “Pertempuran sedang
hebat-hebatnya, JANGAN KABARKAN KEMATIANKU!!” adalah kalimat
terakhir yang diucapkannya. Dari 500 kapal perang Jepang, cuma 50
yang lolos. Pertempuran Noryang adalah pertempuran yang menutup
perang 7 tahun antara Jepang melawan Korea dan Cina.
Bukan cuma menggagalkan ambisi
Hideyoshi untuk menaklukan Korea, tapi juga membuat Jepang tak bisa
menjejakkan kaki di Korea sampai di awal abad 20, lebih dari 300
tahun setelah gagalnya expedisi Hideyoshi. Kemenangan ini juga
mempengaruhi Tokugawa Ieyasu. Tak sedikit serdadu dan bawahan
Hideyoshi yang tewas dalam expedisi ini, sementara Tokugawa yang tak
melibatkan diri dalam expedisi ini relatif tak terpengaruh, sehingga
saat perebutan kekuasaan antara Tokugawa dan anak Hideyoshi terjadi,
Tokugawa berhasil memenangkannya.
Kisah hidup Yi Soon Shin sekali lagi
menunjukkan bahwa seorang hebat di sebuah negara tidaklah selalu
disukai. Sejarah menunjukkan, pemimpin yang buruk mengabaikan atau
bahkan menzalimi anak buah yang jujur dan pintar, karena mereka pasti
sering berbeda pendapat dengan mereka. Sementara pemimpin yang baik
menghargai mereka, biarpun pendapat mereka saling bertentangan. Dalam
kisah Yi Soon Shin ini masih untung sang raja masih sempat sadar dan
memulihkan status Yi Soon Shin, kalau tidak, niscaya hasil akhir
perang pasti berbeda jauh.
No comments:
Post a Comment