Friday, May 11, 2012

Kisah Admiral Yi Soon Shin

Apakah nama Yi Soon Shin terdengar asing bagi anda? Bagaimana dengan Hideyoshi Toyotomi dan Tokugawa Ieyasu? Saya yakin jauh lebih banyak pembaca yang lebih kenal dengan dua orang terakhir yang dikenal sebagai pemersatu Jepang, sebab saat ini sedang terjadi booming semua yang berbau Jepang, terutama di kalangan remaja dan pemuda kita. Sungguh sayang, sebab Yi Soon Shin sangat berhubungan dengan kedua orang ini.

Semua bermula pada tahun 1590 saat Hideyoshi baru saja selesai menyatukan Jepang. Namun, situasi Jepang saat itu masih amat kondusif untuk perpecahan lagi. Kekuasaan masih belum terpusat benar di kalangan Hideyoshi dan semangat berperang masih membara di kalangan bangsawan-bangsawan Jepang. Hideyoshi memutuskan untuk menyalurkan segenap semangat itu keluar untuk menghindari perang saudara. Secara logis pilihan dijatuhkan ke Cina dan Korea, maka dia mengirim utusan ke Korea. Yang diminta utusan itu kepada pihak Korea adalah ijin untuk menggunakan wilayah Korea sebagai pangkalan untuk expedisi militer ke Cina yang saat itu dikuasai oleh dinasti Ming.


Pihak Korea yang merupakan bawahan/vassal dinasti Ming menolak mentah-mentah permintaan itu. Hideyoshi memutuskan untuk menaklukan Korea dulu sebagai batu loncatan sebelum menaklukan Cina. Tokugawa Ieyasu yang lihai sudah bisa memperkirakan expedisi ini akan berujung pada bencana, maka ia menolak mengerahkan pasukannya, tapi Hideyoshi tetap ngotot untuk melakukan invasi besar-besaran.

Pihak Jepang mendaratkan lebih dari 100.000 tentara di daerah Pusan, dan bergerak dengan cepat ke arah Utara sambil merampok dan menjarah semua yang mereka lewati. Tentara Korea bukan tandingan tentara Jepang yang bersenjata lebih modern yaitu senapan. Mereka juga lebih berpengalaman (Karena baru saja melalui perang saudara.). Namun, kemajuan pihak Jepang bukan cuma tergantung pada tentaranya saja. Tentara ini tak bisa bergerak bila tak dipasok makanan, amunisi, obat-obatan, dan logistik lain. Untuk memasok mereka, pihak Jepang berkesimpulan jalur lautlah jalan terbaik, sebab bagaimanapun juga barang-barang itu harus diangkut dari Jepang ke Korea lewat laut. Jadi lebih baik mengangkut logistik untuk tentara itu dengan armada kapal yang menyusuri pantai Korea, daripada dengan konvoi kereta kuda yang melewati jalan darat di semenanjung Korea.

Di sinilah Yi Soon Shin bersinar. Saat itu, dia sudah menjadi laksamana dan dia tahu benar bahwa jalur laut jauh lebih bisa diandalkan untuk memasok tentara lawan. Dia juga mengerti bahwa tentara yang terputus hubungan dengan pasukan induknya adalah tentara yang tak berarti. Maka, dia mengerahkan semua kapal-kapalnya untuk menyerang armada Jepang.

Yi Soon Shin sudah menduga perang akan pecah, maka dia sudah menyiapkan AL Korea sebaik-baiknya. Dia memplajari peta pantai Korea dengan seksama, mencatat segenap arus dan semua fenomena alam di semua daerah yang penting. Dia juga melatih armadanya dengan sungguh-sungguh jauh hari sebelum perang pecah. Bahkan, dia melangkah lebih jauh daripada kebanyakan laksamana maupun jendral dalam persiapan pasukannya: dia menggunakan dan menyempurnakan rancangan kapal perang lapis baja pertama di dunia, Kobukson atau kapal Kura-kura, yang terbukti efektif. Hasilnya terlihat nyata dalam 19 pertempuran mulai dari pertempuran Okpo sampai pertempuran Changmunpo, dia tak pernah terkalahkan, niat Hideyoshi untuk memasok tentaranya dari jalur lautpun berantakan. Tentara Jepang yang kekurangan segalanyapun mandek. Melihat gelagat kurang baik, gencatan senjatapun diusulkan pihak Jepang dan disetujui kedua belah pihak. Kini pihak Jepang sadar, Yi Soon Shin harus dilenyapkan dulu, barulah Korea bisa ditaklukan.

Siasatpun diatur, pihak Jepang sengaja mengirim agen ganda ke pihak Korea bahwa mereka akan menyerang lagi di Chilchonnyang. Raja Korea memerintahkan Yi Soon Shin mengerahkan armadanya ke Chilchonnyang untuk mencegah hal itu, tapi Yi Soon Shin menolak. Menurutnya, mustahil informasi ini benar, sebab daerah tsb sempit, berarus kuat, berbatu karang, dst, pada intinya terlalu berbahaya. Ini sesuai dengan Adage “Jendral yang baik bukan cuma tahu cara memenangkan pertempuran, tapi juga tahu kapan sebuah pertempuran tak bisa dimenangkan.”

Sang raja murka. Yi Soon Shin nyaris dipancung, cuma karena permintaan teman-temannya yang berada di lingkar dalam istana, lehernya bisa diselamatkan. Namun, tetap saja dia ditangkap, disiksa, dan diturunkan pangkatnya sampai jadi tentara rendahan. Yi Soon Shin tak mengeluh sedikitpun atas perlakuan junjungannya. Sang raja menyuruh saingan Yi Soon Shin yaitu Won Kyun untuk mengerahkan seluruh armada Korea ke Chilchonnyang.

Pihak Jepang begitu tahu Yi Soon Shin sudah tersingkir, girang bukan alang kepalang. Mereka memutuskan menyerang lagi, ke Chilchonnyang. Dari 134 kapal perang Korea yang dibawa Won Kyun ke Chilchonnyang, cuma 12 yang lolos. Won Kyun saja tewas di tangan serdadu Jepang saat dia melarikan diri ke daratan. “Kini armada Korea sudah hancur lebur, dan invasi bisa diteruskan” pikir pihak Jepang.

Melihat bencana ini, sang raja tersadar. Dia memulihkan status Yi Soon Shin, tapi melihat tinggal 12 kapal saja yang tersisa, sang raja hendak membubarkan Angkatan laut Korea dan mengubah semua pelautnya menjadi tentara darat. Yi menolak. Dia berhasil meyakinkan raja bahwa pembubaran AL Korea cuma akan membuat armada Jepang leluasa berlayar di pantai dan sungai Korea, membuat kemajuan tentara Jepang tak tertahankan. Yi bersumpah selama dia masih hidup, Jepang takkan bisa memandang remeh Korea.

Armada Jepang sendiri saat itu berkekuatan 330 kapal perang, sementara armada Korea cuma mendapat tambahan 1 kapal perang saja, membuat rasio kedua armada menjadi 13 : 330. Yi Soon Shin tahu pertempuran berikutnya menentukan hidup mati Korea. Bila dia kalah, berakhir sudahlah AL Korea. Bila dia tak bertempur, armada Jepang itu akan memasok tentara Jepang di darat. Jadi, tak ada pilihan lain selain memenangkan pertempuran berikutnya.

Pertempuran Myongnyang adalah pertempuran yang menentukan itu. 16 September 1597, laksamana Yi Soon Shin meninggalkan pangkalannya untuk menyambut armada Jepang. Yi Soon Shin sengaja memilih Myongnyang karena keadaan tempat itu yang sempit akan membuat armada Jepang tak bisa memanfaatkan jumlah mereka. Pertempuran berjalan berat, tapi keajaiban terjadi. Sekonyong-konyong salah satu pelaut Yi yang berkebangsaan Jepang melihat jenazah berbaju merah menyala mengapung ketika pertempuran sedang hebat-hebatnya. Dia langsung meminta Yi mengangkat jenazah itu. Betapa girangnya mereka saat mereka tahu jenazah itu adalah jenazah Kurushima Michifusa, seorang bajak laut Jepang yang merupakan komandan armada Jepang.

Melihat jenazah pemimpinnya dikerek di tiang kapal perang lawan, tentara dan pelaut Jepang panik. Saat itu juga, arus kuat yang melalui daerah itu berubah, mengacaukan formasi kedua belah pihak, tapi pihak Jepang lebih dirugikan karena Yi Soon Shin sudah memperkirakan hal ini dan mampu memanfaatkannya secara maksimal. Ketika pertempuran berakhir, 31 kapal perang Jepang tenggelam sementara 90 kapal lainnya rusak, sementara armada Korea tak kehilangan satu kapalpun. Kemenangan ini penting karena selain menghancur leburkan moril pasukan jepang, kemenangan ini meyakinkan pihak Cina untuk mengirimkan angkatan lautnya membantu AL Korea.

Setelah armada Jepang hancur, pihak Cina membantu Korea secara besar-besaran, dan Hideyoshi Toyotomi meninggal, pihak Jepang sadar kemenangan sudah tak mungkin. Merekapun memutuskan mundur. Pihak Jepang mengerahkan 500 kapal untuk mengevakuasi pasukannya dari Korea. Angkatan Laut Korea dan Cinapun bergerak untuk menghadang mereka. Dalam pertempuran terakhir yang disebut sebagai pertempuran Noryang inilah laksamana Yi Soon Shin terkena peluru nyasar. Bahkan ketika maut sudah di depan matanya, pikiran sang laksamana masih jernih. “Pertempuran sedang hebat-hebatnya, JANGAN KABARKAN KEMATIANKU!!” adalah kalimat terakhir yang diucapkannya. Dari 500 kapal perang Jepang, cuma 50 yang lolos. Pertempuran Noryang adalah pertempuran yang menutup perang 7 tahun antara Jepang melawan Korea dan Cina.

Bukan cuma menggagalkan ambisi Hideyoshi untuk menaklukan Korea, tapi juga membuat Jepang tak bisa menjejakkan kaki di Korea sampai di awal abad 20, lebih dari 300 tahun setelah gagalnya expedisi Hideyoshi. Kemenangan ini juga mempengaruhi Tokugawa Ieyasu. Tak sedikit serdadu dan bawahan Hideyoshi yang tewas dalam expedisi ini, sementara Tokugawa yang tak melibatkan diri dalam expedisi ini relatif tak terpengaruh, sehingga saat perebutan kekuasaan antara Tokugawa dan anak Hideyoshi terjadi, Tokugawa berhasil memenangkannya.

Kisah hidup Yi Soon Shin sekali lagi menunjukkan bahwa seorang hebat di sebuah negara tidaklah selalu disukai. Sejarah menunjukkan, pemimpin yang buruk mengabaikan atau bahkan menzalimi anak buah yang jujur dan pintar, karena mereka pasti sering berbeda pendapat dengan mereka. Sementara pemimpin yang baik menghargai mereka, biarpun pendapat mereka saling bertentangan. Dalam kisah Yi Soon Shin ini masih untung sang raja masih sempat sadar dan memulihkan status Yi Soon Shin, kalau tidak, niscaya hasil akhir perang pasti berbeda jauh.

No comments:

Post a Comment